Welcome in Moh. Haris Blog and JESLOW Manajemen

Friday, October 28, 2011

contoh lengkap Pengembangan MBS dari Sekolah

Share
Informasi Pengembangan MBS:
Saya Sekolah di SMA PGRI Palimanan
Jenis Pengembangan: Alhamdulillah sejak tahun 2004 kami melaksanakan Kegiatan Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan MBS ini anak-anak lebih senang dan merasa enjoy sehingga pelajaran yang selama ini dianggap monoton untuk kepentingan akherat saja tidak lagi dirasakan. Anak-anak lebih aktif dalam kegiatan keagamaan di Sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Orang tua merasa lebih diperhatikan karena selalu dilibatkan dalam penilaian terhadap perilaku keagamaan putra-putrinya. Hal ini tentunya didukung dari semua pihak mulai dari Kepala Sekolah selaku penanggung jawab, Waka Kurikulum, Bapak /Ibu Guru , Bapak/Ibu BP, Komite Sekolah dan tokoh masyarakat, serta didukung dengan buku mentoring yang berisi aktifitas kegiatan keagamaan baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.
Sekolah Saya: Sekolah Menengah.

Kepemimpinan kepala sekolah
 Pemimpin di sekolah adalah Kepala sekolah,tugas pokoknya adalah menggerakkan seluruh sumber daya manusia yang ada di sekolah, memaksimalkan penggunaan semua fasilitas yang dimiliki dalam rangka menjamin tercapainya tujuan pendidikan di sekolah yang ia pimpin. Sebagai pemimpin sebuah
lembaga maka ia harus memiliki kelengkapan kemampuan dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sebab pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen itu merupakan salah satu tanggungjawabnya.Dalam hal ini Sondang P.Siagaian menyatakan sebagai berikut :
“Para eksekutif itulah yang bertanggungjawab atas terselenggaranya samua fungsi-fungsi organik manajemen mulai dari perencanaan,penyusunan program kerja , pengorganisasian , penggerakan tenaga manusia,memimpin kegiatan pelaksanaan,melakukan pengendalian dan pengawasan dan demikian pula dengan penilaian dan pemanfaatan sistem umpan balik yang berlaku dalam organisasi”. …Siagian,Sondang P.
Selanjutnya oleh Soewadji Lazaruth dikatakan :
“Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan
sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis,minat terhadap perkembangan pendidikan,suasana kerja yang menyenangkan dan mutu profesional diantara para guru banyak ditentukan Kepala sekolah dengan kualitas kepemimpinannya. Kepala sekolah harus mampu membangkitkan semangat kerja yang tinggi.Ia harus mampu mengembangkan staf untuk bertumbuh dalam kepemimpinannya.Ini berarti ia harus mampu membagi wewenang dalam pengambilan keputusan,sebab banyaklah tanggungjawab yang harus dilaksanakannya.Agar tugas-tugas ini berhasil baik ia perlu memperlengkapi diri baik perlengkapan pribadi maupun perlengkapan profesi”.
A.Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah. (Sudarman 2002: 145). Meskipun senabagi guru yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah merupakan orang yang paling betanggung jawab terhadap aflikasi prinsif-prinsif administrasi pendidikan yang inovatif di sekolah.
Sebagai orang yang mendapat tugas tambahan berarti tugas pokok kepala saekolah tersebut adalah guru yaitu sebagai tenaga pengajar dan pendidik,di sisni berarti dalam suatu sekolah seorang kepala sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru yang melaksanakan atau memberikan pelajaran atau mengajar bidang studi tertentu atau memberikan bimbingan. Berati kepala sekolah menduduki dua fungsi yaitu sebagai  tenaga kependidikan dan tenaga pendidik. Hal ini sesuai dikemukakan oleh Sudarwan   tentang jenis-jenis tenaga  Kependidikan sebagai berikut:
tenaga pendidik terdiri atas pembimbing,penguji,pengajar dan pelatih
tenaga fungsional pendidikan,terdiri atas penilik,pengawas,peneliti dan pengembang di bidang  kependidikan, dan pustakawan
tenaga teknis kependidikan,terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar
tenaga pengelola satuan pendidikan,terdiri atas kepala sekolah,direktur,ketua,rector, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.
tenaga lain yang mengurusi masalah-masalah manajerial atau administrative kependidikan.(2002: 18).
Pada pembahasan ini penulis meninjau kepala sekolah (presiden direktur sekolah) sebagai tenaga pengelola satuan pendidikan (poin 4). Mengapa penulis mengambil istilah presden direktur sekolah? Karena istilah ini lebih identik dengan kekuasaan seorang dalam menguasai suatu tempat. Di mana wewenag,tangung jawab dan kebikajsanaan ada di tangan kepala sekolah,sekolah lain atau Negara lain tak berhak ikut capur dalam urusan suatu sekolah yang menjadi hak otonomi sekolahnya
B.Kompetensi Kepala Sekolah
Para pakar pendidikan  dan administrasi pendidikan cendrung sependapat bahwa kemajuan besar dalam bidang pendidikan hanya mungkin dicapai jika administrasi pendidikan itu sendiri dikelola secara inovatif.Hal ini sejalan dengan pendapat Sanusi  dkk yang menyatakan bahwa Adminstrasi yang baik mendudduki tempt yang sangat menentukan dalam struktur dan artikulasi system pendidikan (2002: 132).Siapa yang bertanggung jawab  mengelola,merencakan dan melaksanakan administrasi tersebut di suatu sekolah adalah di bawah kendali kepala sekolah.Untuk itu kepala sekolah harus memilki kemampuan professional yang menurut Sanusi  ada empat kemampuan profesional kepala sekolah yaitu:
kemampuan untuk menjalankan tanggungjawab yang diserahkan kepadanya selaku unit kehadiran murid.
Kemampuan untukmenerapkan keterampilan-keterampilan konseptual,manusiawi, dan teknis pada kedudukan jenis ini.
Kemampuan untuk memotivasi para bawahan untuk bekerja sama secara sukarela dalam mencapai maksud-maksud unit dan organisasi.
Kemamapuan untuk memahami implikasi-implikasi dari perubahan social, ekonomis,politik,dan educational; arti yang mereka sumbangkan kepada unit; untuk memulai dan memimpin perubahan-perubahan yang cocok di dalam unit didasarkan atas perubahan-perubahan social yang luas.(2002 :133)
Sedangkanmenurut PERMEN DINKNAS No 13 tahun 2007 tentang Satandar  kepala sekolah/Madrasah kepala sekolah harus memiliki kompetensi atau kemampuan yang meliputi demensi kompetensi kepribadian,manajerial, kewirausahaan supervisi dan sosial. Secara lebih rinci penjelasan kelima kompetensi tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 1. Kopetensi Kepala Sekolah
a.Mencipatakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
b.Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasai pembelajar yang efektif.
c.Memilki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pimpinan sekolah/madrasah.
d.Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
e.Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4. Supervisi.
a.Merencanakan program supervise akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
b.Melaksanakan supervise akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
c.Menindaklanjuti hasil supervise akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5.Sosial
a.Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
b.Berpartisifasi dalam kegiatan social kemasyarakatan.
c.Memiliki kepekaan social terhadap orang atau kelompok lain.
Disamping kompetenssi yang tersebut diatas yang harus dimilki oleh kepala sekolah, mereka juga harus mampu mengakomodasi tiga jenis keterampilan baik secara perjenis maupun secara terintegrasi tercermin dalam mekanisme kerja adminsitrasi sekolah sebagai proses social. Tiga keterampilan tersebut menurut Katz (1995), yang dikutip oleh Sergiovani dkk(1987) meliputi:
Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan melakukan hubungan-hubungan kemanusiaan (human skill).
Keterampilan konseptual (conceptual skill).
Seorang Kepala Sekolah pada hakekatnya adalah pemimpin yang menggerakkan, mempengaruhi, memberi motivasi, serta mengarahkan orang di dalam organisasi atau lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Mulyasa (2004:182) secara tersirat menegaskan bahwa “tugas dan tanggung jawab Kepala Sekolah menyangkut keseluruhan kegiatan sekolah.” Seorang Kepala Sekolah harus mampu memobilisir sumber daya sekolah meliputi teknis dan administrasi pendidikan, lintas program dan lintas sektoral dengan mendayagunakan sumber-sumber yang ada di sekolah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dengan demikian peran Kepala Sekolah sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan.
Aspek kunci lain berkaitan dengan peran Kepala Sekolah dalam melaksanakan upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah dengan memberikan bimbingan kepada guru dalam memperbaiki mutu proses belajar mengajar. Ukuran keberhasilan Kepala Sekolah dalam menjalankan peran dan tugasnya adalah dengan mengukur kemampuan dia dalam menciptakan ”iklim pembelajaran”, dengan mempengaruhi, mengajak, dan mendorong guru, siswa, dan staf lainnya untuk menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif, tertib, lancar, dan efektif tidak terlepas dari kapasitasnya sebagai pimpinan sekolah. Dengan demikian, pembinaan yang intensif dari Kepala Sekolah dapat meningkatkan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah.
C.Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah
Ada banyak pandangan yang mengkaji tentang peranan kepala sekolah dasar. Campbell, Corbally & Nyshand (1983) mengemukakan tiga klasifikasi peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau pemimpin, dan liaison atau penghubung, (2) peranan yang berkaitan dengan informasi, mencakup kepala sekolah sebagai pemonitor, disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi, dan (3) peranan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala sekolah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan negosiator.
Di sisi lain, Stoop & Johnson (1967) mengemukakan empat belas peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) kepala sekolah sebagai business manager, (2) kepala sekolah sebagai pengelola kantor, (3) kepala sekolah sebagai administrator, (4) kepala sekolah sebagai pemimpin profesional, (5) kepala sekolah sebagai organisator, (6) kepala sekolah sebagai motivator atau penggerak staf, (7) kepala sekolah sebagai supervisor, (8) kepala sekolah sebagai konsultan kurikulum, (9) kepala sekolah sebagai pendidik, (10) kepala sekolah sebagai psikolog, (11) kepala sekolah sebagai penguasa sekolah, (12) kepala sekolah sebagai eksekutif yang baik, (13) kepala sekolah sebagai petugas hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (14) kepala sekolah sebagai pemimpin masyarakat.
Dari keempat belas peranan tersebut, dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai supervisor pendidikan. Business manager, pengelola kantor, penguasa sekolah, organisator, pemimpin profesional, eksekutif yang baik, penggerak staf, petugas hubungan sekolah masyarakat, dan pemimpin masyarakat termasuk tugas kepala sekolah sebagai administrator sekolah. Konsultan kurikulum, pendidik, psikolog dan supervisor merupakan tugas kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan di sekolah.
Sergiovanni (1991) membedakan tugas kepala sekolah menjadi dua, yaitu tugas dari sisi administrative process atau proses administrasi, dan tugas dari sisi task areas bidang garapan pendidikan. Tugas merencanakan, mengorganisir, meng-koordinir, melakukan komunikasi, mempengaruhi, dan mengadakan evaluasi merupakan komponen-komponen tugas proses. Program sekolah, siswa, personel, dana, fasilitas fisik, dan hubungan dengan masyarakat merupakan komponen bidang garapan kepala sekolah dasar.
Di sisi lain, sesuai dengan konsep dasar pengelolaan sekolah, Kimbrough & Burkett (1990) mengemukakan enam bidang tugas kepala sekolah dasar, yaitu mengelola pengajaran dan kurikulum, mengelola siswa, mengelola personalia, mengelola fasilitas dan lingkungan sekolah, mengelola hubungan sekolah dan masyarakat, serta organisasi dan struktur sekolah.
Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat digarisbawahi bahwa tugas-tugas kepala sekolah dasar dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu tugas-tugas di bidang administrasi dan tugas-tugas di bidang supervisi.
Tugas di bidang administrasi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan bidang garapan pendidikan di sekolah, yang meliputi pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana-prasarana, dan hubungan sekolah masyarakat. Dari keenam bidang tersebut, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu mengelola komponen organisasi sekolah yang berupa manusia, dan komponen organisasi sekolah yang berupa benda.
Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil belajar siswa.
Fungsi dan tugas kepala sekolah dapat diakronimkan menjadi emanslime (education,manager, administrator,supervisor, leader, inovator, motivator dan entrepreneur). Peran tersebut dapat dilihat secara lebih rinci sebagai berikut:
1.Peran sebagai educator, kepala sekolah berperan dalam pembentukan karakter yang  didasari nilai-nilai pendidik.
- Kemampuan mengajar/membimbing siswa
- Kemampuan membimbing guru
- Kemampuan mengembangkan guru
- Kemampuan mengikuti perkembangan di bidang pendidikan
2,Perang sebagai manager,kepala sekolah berperan dalam mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan institusi secara efektif dan efisien
- Kemampuan menyusun program
- Kemampuan menyusun organisasi sekolah
- Kemampuan menggerakkan guru
- Kemampuan mengoptimalkan sarana pendidikan
3.Perang sebagai administrator, kepala sekolah berperan dalam mengatur tata laksana sistem administrasi di sekolah sehingga efektif dan efisien
- Kemampuan mengelola administrasi PBM/BK
- Kemampuan mengelola administrasi kesiswaan
- Kemampuan mengelola administrasi ketenagaan
- Kemampuan mengelola administrasi keuangan
- Kemampuan mengelola administrasi sarana prasarana
- Kemampuan mengelola administrasi persuratan
4.Peran sebagai supervisor, kepala sekolah berperan dalam upaya membantu mengembangkan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan lainnya.
- Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan
- Kemampuan melaksanakan program supervisi
- Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi
5.Peran sebagai leader, kepala sekolah berperan dalam mempengaruhi orang-orang untuk bekerja sama dalam mencapai visi dan tujuan bersama.
- Memiliki kepribadian yang kuat
- Kemampuan memberikan layanan bersih, transparan, dan profesional
- Memahami kondisi warga sekolah
6.Peran sebagai innovator, kepala sekolah adalah pribadi yang dinamis dan kreatif yang tidak terjebak dalam rutinitas
- Kemampuan melaksanakan reformasi (perubahan untuk lebih baik)
- Kemampuan melaksanakan kebijakan terkini di bidang pendidikan
7.Peran sebagai motivator, kepala sekolah harus mampu memberi dorongan sehingga seluruh komponen pendidikan dapat berkembang secara profesional
- Kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik)
- Kemampuan mengatur suasana kerja/belajar
- Kemampuan memberi keputusan kepada warga sekolah
8.Peran sebagai entrepreneur, kepala sekolah berperan untuk melihat adanya peluang dan memanfaatkan peluang untuk kepentingan sekolah
- Kemampuan menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah
- Kemampuan bekerja keras untuk mencapai hasil yang efektif
- Kemampuan memotivasi yang kuat untuk mencapai sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
D.Hubungan Manajemen Kepala Sekolah dengan Manajemen Kurikulum
Tugas dan peran kepala sekolah yang harus dimiliki berkenaan dengan manajemen kurikulum yaitu berhubungan dengan kompetensi kepala sekolah dalam memahami sekolah sebagai sisten yang harus dipimpin dan dikelola dengan baik,diantaranya adalah pengetahuan tentang manajemen itu sendiri.
Tugas dan peran kepala sekolah yang berkenaan dengan manajemen kurikulum terdapat pada kompetensi manajerial, yaitu:
a.   Menyusun perencanaan sekolah/madrasah  untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b.   Mengembangkan organisasi sekolah/ madrasah sesuai dengan kebutuhan.
c. Memimpin sekolah/ madrasah dalam rangka mendayagunakan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
d.  Mengelola  perubahan  dan pengembangan sekolah / madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
e.   Mencipatakan budaya dan ilkim sekolah/ madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
f.   Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
g.  Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka penbdayagunaan secara optimal.
h.  Mengelola hubungan sekolah/ madrasah dan masyarakat dalam rangka pendirian dukungan ide, sumber belajar dan pembinaan sekolah/ madrasah.
i.  Mengelola peserta didik dalam ranagka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
j.   Mengelola pengembangan kuirkulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
k.  Mengelola  keuangan sekolah / madrasah sesuai dengan prinsif pengelolaan yang akuntabel, transfaran dan efesien.
l.   Mengelola ketatausahaan sekolah/ madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
m.  Mengelola   unit   layanan  sekolah / madrasah  dalam   mendukung  kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
n.Mengelola system informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
o.Memamfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
q.Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjut.
Secara umum tugas dan peran kepala sekolah dalam manajemen kurikulum ini juga termasuk di dalamnya kemampuan dalam system administrasi/pengelolaan sekolah. Jadi dalam hal ini kepala sekolah adalah pengelola lembaga pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya masing-masing. Namun demikian penegasan terhadap eksistensi seorang kepala sekolah sebagai manajer dalam suatu lembaga pendidikan dapat dinilai dari kompetensi mengelola kelembagaan yang mencakup: menyusun system administrasi kepala sekolah; mengembangkan kebijakan  operasional sekolah; mengembangkan pengaturan sekolah  yang berkaitan kualifikasi, spesifikasi, prosedur kerja, pedoman kerja,petunjuk kerja dsb; melakukan analisis kelembagaan untuk menghasilkan struktur organisasi  yang efisien dan efektif; mengambangkan unit-unit organisasi sekolah atas dasar fungsi.
Kepala sekolah juga harus paham betul bahwa dirinya bertugas sebagai manajer sekolah diantaranya harus memehami betul tentang manajemen kurikulum. Maka seorang kepala sekolah dalam memahami kurikulum sebagai jantungnya lembaga pendidikan harus benar-benar dikuasainya, dengan demikian kepala sekolah dalam upaya mewujudkan kinerjanya dalam bidang ini harus mampu untuk memfasilitasi sekolah untuk membentuk dan memberdayakan tim pengembang kurikulum terutama dengan pelaksanaan  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, di mana setiap satuan pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum dengan  kebutuhan dan kemampuannya masing-masing, memberdayakan tenaga pendidikan sekolah agar mampu menyediakan dokumen-dokumen kurikulum yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua siswa, dan masyarakat; memfasilitasi guru untuk mengembangkan standar kompetensi setiap mata pelajaran yang diampunya; memfasilitasi guru untuk menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) setiap mata pelajaran ; memfasilitasi guru untuk memilih sumber dan bahan ajar yang sesuai untuk setiap mata pelajaran; memfasilitasi guru untuk memilih media dan alat pelajaran yang sesuai untuk setiap materi pelajaran, mengarahkan tenaga pendidik dan kependidikan untuk menyusun rencana dan program pelaksanaan kuirikulum; membimbing para guru untuk mengembangkan memperbaiki dan mengembangkan proses belajar mengajar seperti pemberian motivasi guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research); mengarahkan tim pengembang kurikulum untuk mengupayakan kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan siswa dan kemamauan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan stajeholders; menggali dan memobilisasi sumber daya pendidikan; mengidentifikasi kebutuhan bagi pengembangan kurikulum local; mengevaluasi pelaksanaan kurikulum di sekolahnya masing-masing, melakukan penelitian dan pengembangan terhadap usaha untuk meningkatkan kualitas dan manajemen sekolah bermutu.
Tugas dan peran kepala sekolah dalam mewujudkan subkompetensi manajemen kurikulum ini dapat direfleksi oleh dirinya dari isi program kurikulum yang didesain/dirancang dan dikembangkan mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaaluasi kuirkulum itu sendiri misalnya dalam bentuk evaluasi hasil pembelajaran, dan evaluasi terhadap sekolah secara keseluruhan.
Tugas dsan peran kepala sekolah lainhya yaitu pada sub mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya  manusia secara optimal, maka itu dapat dilihat dari indicator-indikatornya yang mecakup: mengidentifikasi karakteristik tenaga pendidik dsan kependidikan yang fektif; merencanakan tenaga kependidikan sekolah (permintaan, pesediaan, dan kesenjangan); merekrut, menyeleksi dan menempatkan serta mengorientasikan tenaga kependidikan baru; memamfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan; menilai kinerja tenaga guru dan kependidikan; memngembangkan system pengupahan, reward dan punishment yang mampu menjamin kepastian dan keadilan; melaksanakan dan mengambangkan system pembinaan karir; memotivasi tenaga pendidik dan kependidikan; membina hubungan kerja yang harmonis; memelihara dikumen personel sekolah atau mengelola administrasi personel sekolah; megelola komflik; melakukan analisis jabatan dan menyusun uraian jabatan tenaga kependidikan; memiliki apresiasi, empati dan simpati terhadap tenaga pendidik dan kependidikan.
Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukannya, Southern Regional Education Board(SREB) telah mengidentifikasi 13 faktor kritis terkait dengan keberhasilan kepala sekolah dalam mengembangkan prestasi belajar siswa. ketigabelas faktor tersebut adalah:
Menciptakan misi yang terfokus pada upaya peningkatan prestasi belajar siswa, melalui praktik kurikulum dan pembelajaran yang memungkinkan terciptanya peningkatan prestasi belajar siswa.
Ekspektasi yang tinggi bagi semua siswa dalam mempelajari bahan pelajaran pada level yang lebih tinggi.
Menghargai dan mendorong implementasi praktik pembelajaran yang baik, sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Memahami bagaimana memimpin organisasi sekolah, dimana seluruh guru dan staf dapat memahami dan peduli terhadap siswanya.
Memanfaatkan data untuk memprakarsai upaya peningkatan prestasi belajar siswa dan praktik pendidikan di sekolah maupun di kelas secara terus menerus.
Menjaga agar setiap orang dapat memfokuskan pada prestasi belajar siswa.
Menjadikan para orang tua sebagai mitra dan membangun kolaborasi untuk kepentingan pendidikan siswa.
Memahami proses perubahan dan memiliki kepemimpinan untuk dapat mengelola dan memfasilitasi perubahan tersebut secara efektif.
Memahami bagaimana orang dewasa belajar (baca: guru dan staf) serta mengetahui bagaimana upaya meningkatkan perubahan yang bermakna sehingga terbentuk kualitas pengembangan profesi secara berkelanjutan untuk kepentingan siswa.
Memanfaatkan dan mengelola waktu untuk mencapai tujuan dan sasaran peningkatan sekolah melalui cara-cara yang inovatif.
Memperoleh dan memanfaatkan berbagai sumber daya secara bijak.
Mencari dan memperoleh dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat dan orang tua untuk berbagai agenda peningkatan sekolah.
Belajar secara terus menerus dan bekerja sama dengan rekan sejawat untuk mengembangkan riset baru dan berbagai praktik pendidikan yang telah terbukti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial.

Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader. Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain: pemberian gaji, kewenangan, dan otonomi yang cukup untuk memperkuat peran manajerial mereka di sekolah. Dengan diterbitkannya instrumen kebijakan baru, maka para kepala sekolah akan segeran mendapat kompensasi meningkat, dukungan profesional, dan otonomi.
Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola kantor, mengelola sarana prasarana sekolah, membina guru, atau mengelola kegiatan sekolah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal.
Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggungjawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Di sinilah, efektifitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan mereka bekerjasama dengan guru dan staf, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan anggaran, pengembangan staf, scheduling, pengembangan kurikulum, paedagogi, dan assessmen. Membekali kepala sekolah memiliki seperangkat kemampuan ini dirasa sangat penting. Di samping itu untuk mewujudkan pengelolaan sekolah yang baik, perlu adanya kepala sekolah yang memiliki kemampuan sesuai tuntutan tugasnya.
Dalam organisasi pendidikan yang menjadi pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.
Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah tersebut, nampak pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip Indrafachrudi (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi utama ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain, Owens (1991) juga menegaskan bahwa kualitas kepemimpinan merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa menerapkan kepemimpinan yang baik.
Kepala sekolah adalah orang yang sangat menentukan dalam berjalannya suatu kegiatan organisasi sekolah sesuai dengan rel yang diharapkan, peran dan tanggung jawabnya sangatlah berat, untuk itu diperlukan kerjasama dengan stekholder-stekholder yang terlibat dalam dunia pendidikan, agar mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan sekolah, hendaknya kepala sekolah memiliki visi dan misi yang menjadi pedoman dan arah dalam berpijak.
Dalam menunjang kemajuan pendidikan dalam segi sarana dan prasarana pemerintah melimpahkan atau mengucurkan dana ke berbagai sekolah untuk dikelola oleh sekolah dan komite sekolah, akibat dari ini mulai ada kecendrungan kepala sekolah lebih memikirkan proyek daripada tugas pokoknya sebagai orang yang menjalankan keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Untuk itu diharapkan agar kepala sekolah jangan hilang langkah dan arah, tetap eksis pada visi dan misi yang ingin dicapai bersama.

Kepala Tata Usaha sekolah mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan sekolah dan bertanggung jawab kepada kepala sekolah dalam kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
      1).Penyusunan program kerja tata usaha sekolah.
2).Pengelolaan keuangan sekolah.
3).Pengurusan administrasi ketenagaan dan siswa.
4).Pembinaan dan pengembangan karir pegawai serta tata usaha sekolah.
5).Penyusunan administrasi perlengkapan sekolah.
6).Penyusunan dan penyajian data / statistik sekolah.
7).Mengkoordinasikan dan melaksanakan 7K.
8).Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pengurusan ketatausahaan  secara berkala.

Wali kelas harus jeli, kreatif dan inovatif pada situasi dan kondisi, agar anak dalam kelas selalu mendapatkan pengetahuan yang baik. Manajemen khusus yang harus dilakukan oleh wali kelas yang tidak mengesampingkan tugas utamanya sebagai guru. Yakni; Sebagai fasilitator, yang memberikan kemudahan- kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar; Sebagai pembimbing, yang membantu siswa mengatasi kesulitan dalam proses belajar mengajar ; Sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan yang menantang siswa agar melakukan kegiatan belajar; Sebagai komunikator, yang melakukan komunikasi dengan siswa dan masyarakat; Sebagai model, yang mampu memberikan contoh yang baik kepada siswanya agar berperilaku yang baik; Sebagai evaluator, yang melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar siswa; Sebagai motivator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaharuan kepada masyarakat; Sebagai agen moral dan politik, yang turut membina moral masyarakat, peserta didik serta menunjang upaya-upaya pembangunan; Sebagai agen kognetif , yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan masyarakat; dan Sebagai manager, yang memimpin kelompok siswa dalam kelas sehingga Proses Belajar Mengajar berhasil.
Selain hal yang di atas sebagai wali kelas mempunyai, pemikiran bahwa kelas harus dirancang dengan kondisi yang nyaman, agar peserta merasa in atau betah di kelas yang merupakan bagian penting, dalam upaya mendukung lancarnya pembelajaran di kelas, perduli dengan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Apabila kita tinjau bahwa perkembangan siswa selalu berubah setiap tahun, kita harus menyadari hal tersebut terjadi karena pergantian siswa setiap tahun yang masuk sebagai siswa baru dan keluar karena telah lulus dari sekolah tersebut, usia mereka yang semakin bertambah serta pergaulan dari lingkungan yang berbeda, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan cara pandang mereka, tingkah laku mereka , keinginan mereka, maka yang harus dilakukan oleh wali kelas bisa membaca keadaan yang terjadi, berpikir dinamis, selalu memberi penekanan secara bijaksana kepada siswa, supaya siswa dapat memilih mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, karena hal tersebut dapat mengakibatkan belajar, ibadah mereka menjadi teledor dan prestasi sekolah mereka turun.
Apabila kita memahami tugas kita sebagai tenaga kependidikan sangat menentukan keberhasilan siswa dan pembelajaran di sekolah, maka kita selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik serta memberikan manfaat bagi orang lain, karena apa yang kita lakukan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Dengan demikian kita akan menikmati apa yang kita kerjakan, dan tidak merasa terbebani serta berat dengan pekerjaan kita, Insya Alloh tujuan untuk mencapai keberhasilan manajemen kelas terwujud.
  1. A.    Guru Sebagai Manager
Adapun tugas dan fungsi seorang manager adalah memenej orang-orang yang dipimpinnya agar mau berbuat sesuai dengan keinginannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Berkenaan guru sebagai manager kelas maka tugas dan fungsinya adalah menggerakan siswa-siswa nya dengan mempengaruhi, membimbing, memotivasi dan mengarahkan agar siswa-siswa itu berbuat atau berprilaku sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan itu Rex.F.Harlow mengetengahkan tiga kemahiran dasar yang harus dimiliki oleh setiap manager yaitu :
  1. Kemahiran Tehnis ( Tehnical Skill )
Kemahiran ini lebih ditekankan kepada kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu sesuai dengan tanggung jawabnya dalam posisi masing-masing dan bersifat operasional. Sebagai contoh misalnya seorang guru, maka tehnical skill yang harus dimilikinya adalah keterampilan dalam mengajar. Keterampilan itu antara lain keterampilan menjelaskan, keterampilan  bertanya, keterampilan menggunakan variasi, keterampilan memberikan penguatan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, keterampilan mengelola kelas, dan keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil.
  1. Kemahiran dalam Berkomunikasi dengan sesamanya ( Human Skill )
Kemahiran ini lebih ditekankan pada pembinaan hubungan manusiawi antar bawahan dengan bawahan dan antar bawahan dengan atasan sehingga tercipta suasana yang intim dan akrab serta kerjasama yang baik antara masing-masing personal dalam organisasi dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
Sehubungan dengan itu berkenaan dengan seorang guru, maka kemahiran ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam menciptakan, membina dan memelihara hubungan intern yang harmonis di antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan guru dengan guru. Dengan demikian di antara masing-masing pihak akan terjalin saling pengertian dan kerjasama yang baik dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing sehingga dengan demikian akan menjamin kelancaran dalam proses belajar mengajar di dalam kelas.
Sehubungan dengan itu seorang guru hendaknya mampu menerapkan prinsip-prinsip hubungan manusiawi di dalam kelas, yaitu :
a.  Sinkronisasikan tujuan sekolah/kelas dengan tujuan siswa. Ini berarti guru selaku pimpinan harus berusaha mensinkronisasikan kepentingan sekolah/kelas dengan kepentingan siswa. Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya berarti terpenuhinya kebutuhan siswa. Siswa siswa diizinkan melakukan atau berbuat apa saja dalam mengembangkan dirinya sepanjang tidak merugikan kepentingan kelas/sekolah.
b. Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan meliputi antara lain kegiatan belajar yang menarik,penuh tantangan dan tidak rutin, hubungan guru-siswa yang bersahabat, nuansa kelas yang membangkitkan motivasi belajar seperti kebersihan, keindahan, dan penataan ruangan.
c. Informalitas yang wajar dalam hubungan guru-siswa. Semakin baik manajemen kelas, hubungan guru- siswa semakin informal, tanpa melupakan segi formal. Jika informalitas terlalui merajai dalam hubungan guru-siswa, rasa hormat siswa terhadap guru dapat berkurang. Sebaliknya jika formalitas hubungan guru-siswa terlalu menonjol, maka kekakuan hubungan guru-siswa akan timbul yang mengakibatkan tergannggu kelancaran siswa dalam belajar.
d. Jangan perlakukan siswa sebagai mesin. Berbeda dengan uang, mesin, metode, material, dan alat-alat kerja lainnya, siswa dalam belajar harus diperlakuan secara wajar. Kepribadiannya diakui, keinginannya diperhatikan. Siswa bukan benda mati yang dapat diperlakukan semaunya di luar batas-batas kemampuannya. Oleh karena itu guru dalam memberikan tugas-tugas belajar kepada siswa harus disesuaikan dengan batas-batas kemampuan manusiawinya.
e.  Kembangkan kemampuan siswa sampai pada tingkat yang maksimal. Setiap orang dalam bekerja ingin mendapatkan kesempatan untuk menembangkan dirinya, mereka ingin berprestasi, ingin maju, ingin kariernya berkembang. Oleh karenanya  guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mewujudkan dirinya, merealisasikan potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar.
f.  Buat kegiatan belajar yang menarik dan penuh tantangan. Belajar yang bersifat rutin cepat membosankan, sebaliknya belajar yang menarik dan penuh tantangan akan memperbesar gairah belajar, memperluas imajinasi dan memperhebat daya kereasi dan inisiatif. Sehubungan dengan itu guru harus mampu menciptakan kegiatan belajar mengakar yang menarik dan penuh tantangan bagi siwa-siswa sehingga dapat mendorong motivasi belajarnya.
g.  Berikan pengakuan dan penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik. Guru harus dapat mengakui dan menghargai pelaksanaan tugas dengan baik yang dilakukan oleh siswa.Bentuk pengakuan dan penghargaan itu dapat berupa pujian, ucapan terima kasih ataupun hadiah dan atau bentuk-bentuk lain.
h. Sediakan alat perlengkapan belajar yang cukup. Kurangnya lancarnya pelaksanaan tugas belajar, sering terjadi disebabkan oleh kurang tersedianya alat perlengkapan belajar yang diperlukan oleh siswa agar dapat melaksanakan tugasnya. Sehubungan dengan itu guru harus mengusahakan tersedianya alat perlengkapan belajar yang diperlukan siswa agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seperti buku-buku yang diperlukan.
i.  The rigt man in the right place. Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, maka baik guru maupun siswa ditempatkan sesuai dengan kemampuannya. Guru yang mengajar suatu bidang studi tertentu haruslah berkualifikasi pendidikan akademik yang sesuai dengan bidang  studi yang diajarkannya. Penempatan siswa dalam suatu kelas/prodi/jurusan hendalah sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Jangan menempatkan siswa pada kelas/prodi/jurusan yang tidak sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
j.   Memberikan imbalan atau penhargaan terhadap siswa yang berprestasi . Setiap siswa yang berprestasi di kelas harus diberikan imbalan atau penghargaan sesuai dengan prestasinya baik bersifat material maupun non material. Misalnya dengan memanggil nama siswa yang mendapat rangking kelas ke depan kelas pada saat menerima raport setiap akhir semester.
  1. Kemahiran menyelami keadaan untuk dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam penyelesaiannya ( Conseptual Skill )
Kemahiran ini lebih ditekankan pada kemampuan dalam membaca situasi dan kondisi untuk dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam penyelesaian suatu masalah yang berkaitan dengan organisasi.
Berkenaan dengan tugas atau fungsi guru sebagai manager kelas, maka kemahiran ini adalah kemampuannya untuk membaca situasi dan kondisi kelas serta kemampuannya dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kelas yang berkaitan dengan upaya memelihara suasana belajar dan mengajar yang efektif.
Kemahiran ini berkaitan dengan kemampuan guru atau wali dalam mengambil suatu keputusan ( decition making ) dalam menyelesaikan suatu masalah yang timbul dengan cara berfikir ilmiah. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1) menyadari adanya masalah 2) merumuskan masalah 3)  mengajukan hipotesis ( jawaban sementara terhadap masalah yang dirumuskan ) 4) mengumpulkan data dan informasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif 5) Menganalisis data baik secara induktif maupun deduktif  6) Menentukan alternatif pemecahan 7) Memutuskan tindakan yang diambil.
L. Kotz menggambarkan kebutuhan kemahiran-kemahiran tersebut dalam kaitanya dengan tingkat manager ( Higher Manager, Middle Manager dan Lower Manager ) sebagai berikut :
  CS                                 HS                            TS
  CS                                 HS                            TS
  CS                                 HS                            TS
Dari bagan di atas jelas kepada kita kita bahwa kemahiran dalam berhubungan dengan sesamanya ( Human Skill ) diperlukan dalam semua tingkatan management. Sedangkan kemahiran tehnical skill banyak diperlukan pada tingkat lower manager. Kemahiran conseptual skill banyak diperlukan pada tingkat Higher Manager. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tnggi kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, semakin sedikit memerlukan tehnical skill dan semakin banyak memerlukan conseptual skill. Oleh karenanya dapat kita benarkan suatu teori yang menyatakan bahwa suksesnya seorang pemimpin organisasi bukan terletak pada tehnical skill, tetapi lebih ditentukan oleh managerial skillnya.
Berkaitan dengan tugas dan fungsi seorang guru dalam pengelolaan kelas, bilamana wali kelas kita pandang sebagai adminsitrator ( Top Manager ) maka kedudukannya dalam kelas adalah sebagai Middle Manager. Oleh karena itu maka baik tehnical skill maupun human skill dan conseptual skill sama-sama diperlukan dalam tugasnya mengelola kelas.
  1. B.     Wali Kelas Sebagai Administrator
Perlu diketengahkan terlebih dahulu perbedaan pengertian antara management dan administrasi, sebelum kita membicarakan tentang apa tugas atau fungsi walikelas sebagai administrator.
Telah lama diperdebatkan orang-orang tentang jawaban atas pertanyaan manakah yang lebih luas administrasi atau management. Bermacam macam pendapat telah dikemukakan oleh para sarjana adminstrasi. Pendapat tersebut antara lain mengatakan bahwa kedua istilah tersebut dapat dipandang sebagai kata-kata yang sama artinya, bila dipakai untuk tujuan-tujuan praktis, tetapi beberapa ahli yang lain cenderung untuk mengartikan administrator itu sama dengan Top Management dan menganggap adminsitrasi itu mengandung penentuan penentuan. Dalam arti yang demikian maka orang-orang yang mempunyai tugas untuk memimpin, menjuruskan dan mengawasi adalah manager-manager dan hanya mereka yang ikut serta secara luas dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan adalah administrator- administrator.
Pendapat lain mengatakan bahwa management adalah merupakan inti dari pada administrasi, karena management merupakan alat pelaksanaan utama adari pada administrasi. Dalam melaksanakan tugasnya, management tidak melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional, melainkan mengatur tindakan-tindakan pelaksanaan oleh sekelompok orang yang disebut bawahan. Dengan demikian keberhasilan administrasi sangat tergantung sekali pada keberhasilan dalam management.
Berdasarkan pendapat di atas, maka antara administrasi dan management tidak dapat dipisah-pisahkan, hanya kegiatan-kegiatannya yang dapat dibeda-bedakan. Administrasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan umum, sedangkan management adalah kebijaksanaan yang telah ditentukan pada tingkat adminsitrasi.
Apabila dilihat dari segi fungsional, administrasi mempunyai dua tugas yang utama ialah :
  1. Menentukan tujuan menyeluruh yang hendak dicapai ( Organizational Goal ).
  2. Menentukan kebijaksanaan umum yang menyangkut seluruh organisasi  ( General and Overall Policies ).
Sebaliknya management berfungsi melakukan semua kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas kebijaksanaan umum yang telah ditentukan pada tingkat administrasi. Ini tidak berarti management tidak mempunyai wewenang untuk menentukan tujuan sendiri, akan tetapi tujuan yang ditentukan pada tingkat management hanya bersifat departemental artinya tidak bertentangan dan merupakan penjabaran dari pada tujuan yang telah ditentukan pada tingkat administrasi. Demikian pula halnya dengan policy atau kebijaksanaan, ini tidak berarti management tidak mempunyai wewenang  untuk menentukan kebijaksanaan sendiri, tetapi policy atau kebijaksanaan yang ditentukan pada tingkat management hendaknya merupakan penjabaran dan tidak bertentangan dengan policy atau kebijaksanaan yang telah ditentukan pada tingkat adminsitrasi.
Sehubungan dengan itu maka fungsi atau tugas wali kelas sebagai administrator adalah sebagai berikut :
  1. Menentukan tujuan pengelolaan kelas
Kelas adalah merupakan suatu organisasi kecil yang merupakan bagian atau sub sistem dari sekolah sebagai total sistemya. Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai oleh kelas tidak lepas dari tujuan lembaga. Dengan demikian berarti tujuan kelas yang ingin dicapai merupakan penjabaran dari tujuan lembaga. Tujuan tersebut pada dasarnya adalah tujuan kurikulum yang sudah ditetapkan sesuai dengan penjenjangan kelas menurut jenis dan tingkat sekolah.
Berkenaan dengan tugas dan fungsi wali kelas sebagai administrator, maka tujuan yang dirumuskan pada dasarnya adalah tujuan dalam pengelolaan kelas  yaitu menciptakan, memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi kelas yang kondusif  bagi belangsung proses belajar mengajar yang dinamis, efektif dan produktif dalam rangka pencapaian tujuan kurikulum sesuai dengan penjenjangan kelas menurut jenis dan tingkat sekolah masing-masing.
Adapun yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standard dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Sedangkan dalam pengertian sempit kurikulum diartikan sebagai keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan sesuai dengan penjenjangan kelas masing-masing. Jadi dengan demikian yang dimaksud dengan pencapaian tujuan  kurikulum, menurut pengertian di atas adalah keberhasilan dalam mencapai keseluruhan tujuan kesemua mata pelajaran yang diajarkan pada tingkatan suatu kelas. Tujuan tersebut dikenal dengan tujuan program /bidang studi yang dijabarkan menjadi tujuan kurikuler/mata pelajaran. Tujuan ini dijabarkan kembali kedalam tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Secara hirarchis tujuan-tujuan pendidikan tersebut dapat terperinci sebagai berikut:
  1. Tujuan Institusional
  2. Tujuan program/bidang studi
  3. Tujuan Kurikuler
  4. Tujuan Instruksional Umum
  5. Tujuan Instruksional Khusus
Keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut sangat ditentukan sekali oleh pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru/wali kelas. Pengelolaan kelas pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan dan mengembangkan suasana belajar mengajar yang efektif, dinamis dan produktif, bagi berlangsungnya proses belajar mengajar di suatu kelas. Agar pengelolaan kelas dapat dilaksanakan secara terarah, maka diperlukan perumusan tujuan secara jelas. Kejelasan perumusan tujuan ini, baik mengenai ruang lingkup sasarannya maupun bidangnya akan memudahkan dalam menentukan tugas-tugas pokok yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan kelas.
Tugas pokok adalah kegiatan yang harus dilaksanakan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan tugas pokok adalah sebagai berikut:
  1. Tugas pokok harus merupakan bagian dari tujuan yang akan dicapai. Pelaksanaan tugas pokok berarti upaya dalam rangka mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
  2. Tugas pokok harus dalam batas kemampuan untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu. Tugas pokok merupakan landasan dalam penyelenggaraan semua kegiatan dalam pengelolaan kelas.
  3. Menetapkan Policy/Kebijaksanaan dalam Pencapaian Tujuan Tersebut
Berdasarkan tujuan pengelolaan kelas yang telah dirumuskan secara jelas tersebut, maka ditentukan Policy/kebijaksanaan dalam pencapaiannya. Policy/kebijaksanaan ini sangat penting artinya sebagai dasar atau landasan untuk berbuat atau bertindak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah digariskan. Policy/kebijaksanaan juga berguna untuk dijadikan pedoman bagi guru-guru untuk membimbing, mempengaruhi dan menjuruskan murid-murid dalam usaha untuk mencapai tujuan Instruksional. Policy/kebijaksanaan dimaksud adalah berupa pengaturan tata tertib kelas yang harus dipatuhi oleh guru maupun murid-murid dalam suatu kelas.
Policy/kebijaksanaan tersebut merupakan alat yang dapat menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang dinamis, produktif, efektif dan efisien di kelas, karena baik guru-guru maupun murid-murid akan berbuat atau berprilaku sesuai dengan tata tertib atau peraturan yang telah digariskan sebagai suatu kebijakan atau policy kelas. Pelanggaran atas policy/kebijaksanaan tersebut tentu akan mendapat sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Policy/kebijaksanaan kelas yang disusun oleh wali kelas itu harus dijabarkan dan tidak boleh bertentangan dengan policy sekolah secara keseluruhan. Policy itu pada dasarnya merupakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh warga kelas. pada umumnya policy/kebijaksanaan kelas itu berisikan:
  1. Kewajiban siswa sebagai anggota kelas
  2. Tata tertib siswa di dalam kelas
  3. Larangan-larangan terhadap siswa
  4. Sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
Kewajiban siswa sebagai warga kelas antara lain berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Menggunakan bahasaIndonesiayang baik dan benar di dalam kelas.
  2. Memakai seragam sekolah bersih dan rapi sesuai dengan ketentuan.
  3. Melaksanakan dan memelihara keamanan, ketertiban, keindahan, kebersihan dan kekeluargaan di kelas.
  4. Menunjukkan sikap sebagai warga kelas yang baik, belajar keras dan tekun, disiplin, sopan, santun, dan cermat.
  5. Melaksanakan dengan baik tugas yang dibebankan oleh guru-guru dengan rasa penuh tanggung jawab.
  6. Membimbing dirinya sendiri dalam menghindarkan pengaruh yang dapat merusak nama baik dirinya sendiri serta citra kelas.
  7. Melunasi sumbangan atau iuran yang telah menjadi ketentuan kelas.
  8. Berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti setiap kegiatan osis dalam rangka menjaga nama baik kelas.
  9. Melapor kepada wali kelas atau guru atas suatu hal yang diketahui telah terjadi atau mungkin terjadi yang dapat merusak keserasian dan keamanan lingkungan kelas.
Tata tertib kelas antara lain berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Setiap pelajaran dimulai siswa harus sudah berada di tempat dan menyiapkan diri untuk mengikuti dengan tertib dan penuh perhatian terhadap pelajaran yang akan di sampaikan oleh guru.
  2. Siswa tidak diperkenankan keluar masuk ruangan kelas sewaktu pelajaran berlangsung tanpa seizin guru kelas.
  3. Siswa yang terlambat datang untuk mengikuti pelajaran, tidak diperkenankan langsung masuk kelas sebelum mendapat izin dari guru piket atau petugas yang ditunjuk.
  4. Ketua kelas atau wakilnya harus mencari guru yang bersangkutan/melapor kepada guru piket atau petugas yang ditunjuk, apabilalimamenit setelah bel dibunyikan, guru belum juga hadir di dalam kelas.
  5. Siswa yang karena sesuatu sebab tidak dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal, harus dapat menunjukkansuratketerangan dari orang tua/wali mengenai sebab-sebab ketidak hadiran dengan ketentuan:
    1. Tidak hadir karena sakit selama 3 hari berturut-turut atau lebih,suratketerangan dari orang tua/wali siswa.
    2. Tidak hadir tanpa keterangan
Sedangkan larangan-larangan antara lain berisikan:
  1. Berisik selama pelajaran berlangsung.
  2. Meminjam alat-alat perlengkapan belajar temannya selama pelajaran berlangsung.
  3. Memakai perhiasan dan berhias secara berlebihan atau memakai pakaian secara berlebihan.
  4. Membawa, mengedarkan dan memperlihatkan buku bacaan, kaset video, kaset rekaman film dan sejenisnya yang bersifat asusila atau dapat merusak moral.
  5. Membawa berbagai macam senjata di kelas atau alat-alat lain yang dapat dijadikan sebagai senjata yang dapat mengancam jiwa dan keselamatan orang lain.
  6. Berambut panjang melebihi kerahnya (gondrong) bagi siswa putra, rambut harus disisir rapi.
  7. Membuang sampah atau corat-coret di dalam kelas.
  8. Berpindah-pindah tempat duduk tanpa seizin wali kelas
  9. Siswa tidak diperkenankan berada di dalam kelas saat jam istirahat.
Pelanggaran terhadap policy/kebijaksanaan kelas itu dapat dikenakan sanksi antara lain:
  1. Pernyataan lisan kepada yang bersangkutan
  2. Peringatan tertulis/panggilan kepada orang tua/wali siswa
  3. Tidak diperkenakan mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung
  4. Skorsing selama jangka waktu yang ditentukan
  5. Diserahkan kembali kepada orang tua/wali siswa yang bersangkutan atau dikeluarkan dari sekolah, apabila tindakan-tindakan seperti tersebut diatas tidak membawa hasil yang diharapkan.
RINCIAN TUGAS PEMBINA OSIS
  1. Bertanggung jawab atas seluruh pembinaan dan pengembangan OSIS
  2. Memberikan nasehat kepada Perwakilan Kelas & Pengurus OSIS
  3. Mengesahkan keanggotaan Perwakilan Kelas
  4. Mengesahkan dan melantik pengurus OSIS
  5. Mengarahkan penyusunan anggaran rumah tangga dan program kerja OSIS
  6. Menghadiri rapat-rapat OSIS
  7. Mengadakan evaluasi terhadap pelaksaan tugas OSIS
 Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan  berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah.  Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. 
Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban (Lipham, 1985; Keith, 1991)
Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan  Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
B. Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah
Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah:
  1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
  2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
  3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.
1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2.  Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat
3.  Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Garner(2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4.  Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency ”characterized by quantitative outputs” (Garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
Ragam efisiensi dapat dijelaskan melalui hubungan antara penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
efisiensi
Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan
Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan daya C dan hasil D yang paling efisien, sedangkan penggunaan daya A dan hasil D menunjukkan paling tidak efisien.
b. Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Ragam efisiensi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:
efektif
Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya tertentu dan ragam hasil yang diperoleh
Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil B paling tidak efisien. Sedangkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil D paling efisien.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
Pengadaan sarana/prasarana sekolah harus jeli
BANJARNEGARA - Para kepala sekolah diharapkan untuk jeli dan tidak terburu-buru, dalam memilih alat peraga untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dan perpustakaan melalui dana alokasi khusus (DAK).
Hal tersebut disampaikan Koordinator Konsorsium Produsen Sarana Pendidikan Nasional (KPSPN) wilayah eks Karesidenan Banyumas, M Rudi Haryono, di sela-sela acara pameran alat peraga sarana pendidikan di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjarnegara, Sabtu (26/5). Pameran peraga sarana dan prasarana sekolah dilakukan bersamaan dengan penandatanganan rencana anggaran belanja (RAB) 83 sekolah dasar (SD).
’’Jangan sampai salah, dan harus sesuai dengan surat edaran menteri agar tidak berurusan dengan hukum,’’ kata Rudi.
Menurut dia, sebelum mengambil keputusan, hendaknya melihat dulu kualitas dan isi sehingga sesuai dengan kebutuhannya

Sementara itu menurut Kepala Seksi Kurikulum Disdik Banjarnegara yang juga sebagai Pejabat Pelaksana Tehnis Kegiatan DAK, Ahmad Kusmanto, tahun ini Banjarnegara mendapat Rp 18 miliar lebih dari pusat, untuk pengadaan alat peraga bagi sarana dan prasarana sekolah untuk 83 SD.
Alokasi DAK untuk 83 SD itu tidak sama, karena disesuaikan dengan tingkat kerusakan. ’’Sebagian besar Rp 250 juta, namun ada yang Rp 275 juta,’’ kata dia.
Keputusan sekolah

Pengelolaan DAK adalah swakelola dengan melibatkan partisipasi komite sekolah dan masyarakat sekitar. Acuan penggunaan DAK adalah rehabilitasi fisik berupa membangun ruang kelas, rumah dinas, kamar mandi dan WC, serta mebelair. Selain itu juga pengadaan sarana pendidikan dan perpustakaan.
Selain dari KPSPN, sejumlah rekanan yang ikut memeragakan sarana pendidikan dalam pameran tersebut adalah Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) dan KPI. Menurut Rudi Haryono, ada 20 penerbit yang tergabung dalam KPSPN yang mempamerkan produknya berupa buku atau alat peraga. ’’Dan dalam praktiknya melalui CV lokal Banjarnegara,’’ ujar dia.
Ahmad Kusmato mengatakan, keputusan mengambil barang dari mana adalah hak masing-masing sekolah. Beberapa sekolah ada yang menunda pengadaan sarana sekolah, karena masih fokus pada pembangunan fisik gedung sekolah dulu.
Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah yang bersangkutan.
Komponen-komponen tersebut meliputi:
1. input siswa (kesiswaan),
2. kurikulum,
3. tenaga kependidikan,
4. sarana-prasarana,
5. dana,
6. lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat), dan
7. kegiatan belajar-mengajar, yang secara diagramatis seperti di bawah ini.
http://ditplb.or.id/images/Inklusi1.jpg
Gambar 1
Berbagai Komponen Pendidikan Yang Perlu Dikelola
Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Komponen-komponen tersebut merupakan sub-sistem dalam sistem pendidikan (sistem pembelajaran). Bila terdapat perubahan pada salah satu sub-sistem (komponen), maka menuntut perubahan/ penyesuaian komponen lainnya.
Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya menampung anak normal tetapi juga anak luar biasa, maka menuntut penyesuaian (modifikasi) pengelolaan kesiswaan, kurikulum (program pengajaran), tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana, lingkungan, serta kegiatan belajar-mengajar.
 
C. Prinsip Umum
  1. Manajemen Sekolah bersifat praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di sekolah.
  2. Manajemen Sekolah berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan kegiatan belajar-mengajar.
  3. Manajemen Sekolah dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.
 
D. Kriteria Manager Pendidikan
Dalam pelaksanaan manajemen, termasuk manajemen pendidikan/ sekolah, perlu seorang manajer/pemimpin/administrator yang berpandangan luas dan berkemampuan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Seorang manajer/pemimpin/administrator pendidikan/sekolah diharapkan:
  1. Memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan/sekolah yang meliputi kegiatan mengatur: (a) kesiswaan, (b) kurikulum, (c) ketenagaan, (d) sarana-prasarana, (e) keuangan, (f) hubungan dengan masyarakat, (h) kegiatan belajar-mengajar.
  2. Memiliki keterampilan dalam bidang: (a) perencanaan, (b) pengorganisasian, (c) pengarahan, (d) pengkoordinasian, (e) pengawasan, dan (f) penilaian pelaksanaan kegiatan yang ada di bawah tanggungjawabnya.
  3. Memiliki sikap:
    a. Memahami dan melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan;
    b. Menghargai peraturan-peraturan serta melaksanakannya;
    c. Menghargai cara berpikir yang rasional, demokratis, dinamis, kreatif, dan terbuka terhadap pembaharuan pendidikan serta bersedia menerima kritik yang membangun; dan
    d. Saling mempercayai sebagai dasar dalam pembagian tugas.
 
III. PELAKSANAAN MANAJEMEN SEKOLAH
A. Manajemen Komponen-Komponen Pendidikan
1. Manajemen Kesiswaan
Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya memberi kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap awal, agar memudahkan pengelolaan kelas, seyogianya setiap kelas inklusi dibatasi tidak lebih dari 2 (dua) jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak lebih dari 5 (lima) anak.
Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan kesiswaan agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain: (1) Penerimaan Siswa Baru; (2) Program Bimbingan dan Penyuluhan; (3) Pengelompokan Belajar Siswa; (4) Kehadiran Siswa; (5) Mutasi Siswa; (6) Papan Statistik Siswa; (7) Buku Induk Siswa.
2. Manajemen Kurikulum
Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan local. Kurikulum nasional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan kurikulum muatan local merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disusun oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak normal (reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara: (1) Modifikasi alokasi waktu, (2) Modifikasi isi/materi, (3) Modifikasi proses belajar-mengajar, (4) Modifikasi sarana-prasarana, (5) Modifikasi lingkungan belajar, dan (6) Modifikasi pengelolaan kelas.
Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah Inklusi antara lain meliputi: (1) Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa (anak luar biasa); (2) Menjabarkan kalender pendidikan; (3) Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar; (4) Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan persiapan pelajaran; (5) Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler; (6) Mengatur pelaksanaan penilaian; (7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas; (8) Membuat laporan kemajuan belajar siswa; (9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.
3. Manajemen Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar.
Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas.
4. Manajemen Sarana-Prasarana
Di samping menggunakan sarana-prasarana seperti halnya anak normal, anak luar biasa perlu pula menggunakan sarana-prasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan dan kebutuhan anak.
Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-mengajar.
5. Manajemen Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi input siswa, (2) Modifikasi kurikulum, (3) Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, (4) Pengadaan sarana-prasarana, (5) Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan (6) Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan program selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama orang tua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah daerah dapat menanggulanginya.
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi : (1) Otorisator; (2) Ordonator; dan (3) Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
6. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)
Sekolah sebagai suatu system social merupakan bagian integral dari system social yang lebih besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya sumber daya manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun sangat bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin maju pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin mundur pula sumber daya manusia pada daerah tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan â€Å“rasa ikut memilikiâ€� sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab bersama masyarakat setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan Dewan Guru yang memikirkan maju mundurnya sekolah, tetapi masyarakat setempat terlibat pula memikirkannya.
Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.
7. Manajemen Layanan Khusus
Oleh karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak luar biasa, agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan manajemen layanan khusus.
Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan, dan lingkungan.
Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.
 
B. Struktur Organisasi Sekolah
Agar semua komponen di atas dapat dilaksanakan sebaik mungkin, struktur organisasi Sekolah Inklusi dapat dibuat seperti alternatif di bawah ini.
Alternatif 1: Terutama untuk Sekolah besar, yang memiliki lebih dari 12 rombongan belajar.
http://ditplb.or.id/images/str_org_sekolah.jpg
Alternatif 2: Terutama untuk Sekolah cukup besar, yang memiliki lebih dari 6 rombongan belajar
 
http://ditplb.or.id/images/str_org_sekolah2.jpg
Catatan:
Kes-Ling = Kesiswaan dan Lingkungan
Akademik = Kurikulum, Sarana-Prasarana, dan Kegiatan belajr Mengajar
Alternatif 3: Terutama untuk Sekolah kecil, yang memiliki tidak lebih dari 6 rombongan belajar.
 
http://ditplb.or.id/images/str_org_sekolah3.jpg
 
C. Pembagian Tugas Pimpinan Sekolah
1. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator, educator, dan supervisor.
  1. Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan pendidikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan administrasi sekolah.
  2. Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan:
    1) administrasi kesiswaan
    2) administrasi kurikulum
    3) administrasi ketenagaan
    4) administrasi sarana-prasarana
    5) administrasi keuangan
    6) administrasi hubungan dengan masyarakat
    7) administrasi kegiatan belajar-mengajar.
  3. Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik dan dapat mencapai sasaran perlu adanya jadwal kerja Kepala Sekolah yang mencakup:
    1) kegiatan harian
    2) kegiatan mingguan
    3) kegiatan bulanan
    4) kegiatan semesteran
    5) kegiatan akhir tahun pelajaran, dan
    6) kegiatan awal tahun pelajaran.
2. Tata Usaha
Kepala Tata Usaha adalah penanggung jawab pelayanan pendidikan di sekolah.
Ruang lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan:
a. administrasi kesiswaan
b. administrasi kurikulum
c. administrasi ketenagaan
d. administrasi sarana-prasarana
e. administrasi keuangan
f. administrasi hubungan dengan masyarakat
g. administrasi kegiatan belajar-mengajar.
3. Wakil Kepala Sekolah
Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas Kepala Sekolah dan dalam hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam maupun keluar, bila Kepala Sekolah berhalangan. Sesuai dengan banyaknya cakupan tugas, 7 (tujuh) urusan yang perlu penanganan terarah di sekolah, yaitu:
  1. Urusan Kesiswaan, Ruang lingkupnya mencakup:
    1) Pengarahan dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah;
    2) Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, dan kerindangan (6K);
    3) Pengabdian masyarakat.
  2. Urusan Kurikulum, Ruang lingkupnya meliputi pengurusan kegiatan belajar-mengajar, baik kurikuler, ekstra kurikuler, maupun kegiatan pengembangan kemampuan guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau pendidikan dan pelatihan (diklat), serta pelaksanaan penilaian kegiatan sekolah.
  3. Urusan Ketenagaan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan ketenagaan.
  4. Urusan sarana-prasarana, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan sarana-prasarana sekolah.
  5. Urusan Keuangan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan keuangan/pendanaan sekolah.
  6. Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas), ruang lingkupnya mencakup:
    1) Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi, dan perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian Kepala Sekolah;
    2) Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan sekolah;
    3) Membantu mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan usaha dan kegiatan pengabdian masyarakat.
  7. Urusan Kegiatan Belajar Mengajar, Ruang lingkupnya mencakup mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru
 
D. Pembinaan Sekolah Inklusi
1. Alternatif 1
Sekolah reguler (SD) yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi bila belum memiliki Guru Pembimbing Khusus (Guru Tetap), berlokasi tidak lebih dari 5 km dari SDLB/SLB Basis. Dengan demikian, Guru SDLB/SLB yang diberi tugas sebagai Guru Pembimbing Khusus di Sekolah Inklusi (mungkin beberapa sekolah) merasa tidak terlalu jauh, sehingga dapat melaksanakan tugasnya lebih efektif.
Secara organisatoris, pola pembinaan sekolah inklusi ini sama dengan sekolah reguler (SD), yang secara diagramatis seperti di bawah ini.
 
http://ditplb.or.id/images/bina_sek_inklusif1.jpg
 
2. Alternatif 2
Sekolah reguler (SD) yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi memiliki Guru Pembimbing Khusus (Guru Tetap) yang berlatar belakang pendidikan luar biasa atau berlatar belakang pendidikan umum tetapi sudah mendapatkan pelatihan yang memadai tentang ke-PLB-an, sehingga factor jarak dengan lokasi SDLB/SLB tidak menjadi pertimbangan, karena Sekolah ini sudah dapat mandiri. Sekolah Dasar ini disebut SD Inklusi Basis (memiliki Guru Pembimbing Khusus Tetap).
Secara organisatoris, pola pembinaan sekolah inklusi ini sama dengan sekolah reguler (SD), yang secara diagramatis seperti di bawah ini.
 
http://ditplb.or.id/images/bina_sek_inklusif2.jpg


Usaha menghasilkan mutu pendidikan dalam konteks mewujudkan good governance, secara umum kita kenal ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance (, yakni: pemerintah (the state), masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil (civil society), dan pasar atau dunia usaha. Penyelenggaraan pemerintahan di bidang pendidikan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti. Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas dalam bidang pendidikan.
Good governance yang diartikan sebagai kepengelolaan dan kepengurusan yang baik, merupakan istilah yang sangat populer, menjadi isu sentral penyelenggaraan negara dalam sekala global. Konsep itu muncul dari upaya untuk menciptakan standarisasi pengeloalan dan kepengurusan pemerintahan yang baik, dikaitkan dengan tingkat kompetitif bidang ekonomi. Menurut Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara ( 2006 ), ada sembilan karakteristik yang dimiliki kepengelolaan dan kepengurusan yang baik (termasuk dalam bidang pendidikan ) adalah, meliputi: Satu, setiap warga negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun tidak langsung . Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasasiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Dua, kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk HAM. Tiga, transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses- proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor. Empat, lembaga dan proses-proses harus dapat melayani stakeholders. Lima, good governance menjadi pranata kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur. Enam, laki-laki mapun perempuan berkesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. Tujuh, poses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Delapan, pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Sembilan, para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan. Dari kesembilan karakteristik tersebut, ada empat ukuran pokok yaitu akuntabilitas, transparansi, fairness (keadilan) dan responsivitas (ketanggapan).
Jika good governance dipahami sebagai kepengelolaan atau kepengarahan yang baik, sebenarnya mempunyai kesamaaan dengan fungsi manajemen dan sistem operasi prosedur. Kesamaannya adalah sama-sama sebagai strategi, cara atau metode berkenaan dengan pencapain tujuan bersama (bukan orang-seorang).
Masalah-masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia yang terpenting adalah mengenai : peningkatan mutu, pemerataan kesempatan pendidikan, dan relevansi pendidikan dengan pembangunan nasional. Demikian luas dan jauhnya jangkauan yang hendak dicapai oleh program pembangunan pendidikan kita, padahal di lain pihak sumber-sumber yang tersedia bertambah terbatas dan langka.
Kenyataan-kenyataan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pemecahan masalah-masalah pendidikan kita membutuhkan alternatif-alternatif lain disamping cara-cara penyelesaian manajemen. Berbagai potensi yang dimiliki oleh teknologi dalam pendidikan lantas memungkinkannya diajukan sebagai suatu alternatif untuk ikut memecahkan masalah-masalah tadi. Paduan penyelesaian antara manajemen dan teknologi akan menyumbangkan penyelesaian yang baik. Di sinilah lalu kita kenal apa yang disebut dengan keterpaduan kebijakan manajerial dan kebijakan teknis ( Lemhannas, 2009).
Jika semula teknologi pendidikan (dalam arti yang sangat terbatas) dipandang hanya berperan pada taraf pelaksanaan kurikulum di kelas, maka konsepsi baru dalam tataran teknis menghendaki teknologi pendidikan sebagai masukan (input) bahkan diperlukan sejak tahap perencanaan kurikulum. Dengan demikian sudah sejak perencanaan, pelaksananan ( termasuk kurikulum), sampai evaluasinya harus pula dikaji dan ditentukan bentuk teknologi pendidikan yang akan diterapkan.
Pemilihan teknologi dalam pendidikan akan membuka kemungkinan untuk lahirnya berbagai alternatif bentuk kelembagaan baru yang menyediakan fasilitas belajar, disamping dapat melayani segala bentuk lembaga pendidikan yang telah ada. Misalnya kemungkinan bagi suatu bentuk sekolah terbuka yang fasilitas dan tata belajarnya berbeda sekali dengan sekolah konvensional, tetapi dengan hasil (output) yang sama.
Serangkaian kriteria pemanfaatan teknologi dalam bidang pendidikan, antara lain: harus dijaga kesesuaiannya (kompatibilitas) dengan sarana dan teknologi yang sudah ada, dapat menstimulasikan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, serta mampu memacu usaha peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian, adanya penerapan suatu teknologi dalam pendidikan akan sangat mungkin terjadi perubahan besar-besaran dalam interaksi belajar mengajar antara sumber-sumber belajar dengan pelaku belajar, bahkan sistem manajemennya. Salah satu kemungkinan perubahan tersebut adalah penerapan dan perubahan teknologi komunikasi dan informasi (ICT ) dalam pendidikan. Kita mengenal sistem informasi manajemen (SIM) yang menggunakan ICT sebagai pendukung utamanya ( Lemhannas, 2009 b). Di bidang pendidikanpun sangat mungkin diterapkan SIM tersebut untuk menunjang pengembangan mutu.
Salah satu esensi dari proses pendidikan tidak lain adalah penyajian informasi. Dalam menyajikan informasi, haruslah komunikatif. Dalam komunikasi pada umumnya, demikian pula dalam pendidikan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan , yakni ”yang bermakna”, dalam arti : (1) secara ekonomis menguntungkan. (2) secara teknis memungkinkan dapat dilaksanakan, (3) secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijaksanaan /tuntutan perkembangan yang ada
Konsep “bermakna” ini penting bagi keberhasilan penyebarluasan informasi yang dapat diserap dan dilaksanakan sasaran/peserta didik. Karena itu, Williams (1984) menyebutkan bahwa komunikasi adalah saling pertukaran simbol-simbol yang bermakna. Williams menekankan bahwa : (1) kita tidak dapat saling bertukar makna, (2) kita hanya secara fisik bertukar simbol, dan (3) komunikasi tidak akan terjadi, kecuali kita berbagi makna untuk simbol-simbol tertentu.
Dalam memberikan/menyampaikan informasi kepada orang lain (misalnya kepada peserta didik), maka informasi tersebut haruslah informasi yang bermakna bagi orang yang bersangkutan. Untuk dapat mengetahui dan memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan, bahkan prioritas informasi yang dibutuhkan perlu kita pahami, komunikator perlu bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik. Jadi bukan informasi yang kita ketahui yang disampaikan, tetapi yang kita sampaikan adalah informasi yang benar-benar bermakna dan dibutuhkan sasaran/pelanggan.
Informasi yang dibutuhkan dan bermakna adalah informasi yang mampu membantu/mempercepat pengambilan keputusan untuk terjadinya perubahan, dan yang bermanfaat untuk mendorong terjadinya perubahan tersebut. Untuk itulah maka, pemilihan informasi harus benar-benar selektif dengan mempertimbangkan jenis teknologi mana yang tepat dipilih sebagai medianya.
Sejarah, kini dengan berkembangnya komputer dan sistim informasi modern, telah menawarkan pencerahan baru. Revolusi informasi global telah berhasil menyatukan kemampuan komputasi, televisi, radio dan telefoni menjadi terintegrasi. Hal ini merupakan hasil dari suatu kombinasi revolusi di bidang komputer personal, transmisi data, lebar pita (bandwitdh), teknologi penyimpanan data (data storage) dan penyampaian data (data access), integrasi multimedia dan jaringan komputer. Konvergensi dari revolusi teknologi tersebut telah menyatukan berbagai media, yaitu suara (voice, audio), video, citra (image), grafik, dan teks ( Sasono, 1999).
Akibat adanya revolusi teknologi informasi telah, sedang dan akan merubah kehidupan umat manusia dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang lebih efektif, lebih bermanfaat, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua sisi, baik dan buruknya suatu teknologi, teknologi informasi juga memiliki hal yang demikian. Kemana seharusnya teknologi ini diarahkan dan ditempatkan dan dimanfaatkan dengan sebenar-benarnya haruslah diperhitungkan, karena apabila keliru, suatu bangsa akan mengalami akibatnya secara fatal.
Dalam dunia pendidikan, revolusi informasi akan mempengaruhi jenis pilihan teknologi dalam pendidikan, bahkan, revolusi ini secara pasti akan merasuki semua aspek kehidupan (termasuk pendidikan ), segala sudut usaha, kesehatan, entertainment, pemerintahan, pola kerja, perdagangan, pola produksi, bahkan pola relasi antar masyarakat dan antar individu. Inilah yang merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu. Siapkah lembaga pendidikan kita menyambutnya? Demikian juga dengan sistem manajemennya yang seperti apa?
Dunia pendidikan harus menyiapkan seluruh unsur dalam sistim pendidikan agar tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh perkembangan tersebut.
Melalui penerapan dan pemilihan yang tepat teknologi informasi dan sistem manajemennya, maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara konsisten/konstan akan mendorong untuk berorientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, juga akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan.
Peranan manajemen mutu terpadu sangatlah penting dikaitkan dengan pelaksanaan good governance di bidang pendidikan. Beberapa karakteristik yang melekat dalam praktek good governance menurut Effendi ( 2005), adalah: Pertama, praktek good governance harus memberi ruang kepada pihak di luar pemerintah yaitu masyarakat untuk berperan secara optimal sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara mereka ( dalam hal ini pelanggaran atau stake holder lembaga pendidikan). Kedua, dalam praktek good governance terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah maupun lembaga pendidikan dapat lebih efektif bekerja. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting ( di sini bererti efektifitas dan efisiensi yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan pendidikan). Ketiga, praktek good governance adalah praktek pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada kepentingan publik ( yaitu kepentingan pelanggaan pendidikan). Dapat disimpulkan bahwa sebetulnya, ketiga karakteristik good governance tersebut adalah merupakan penerapan implementasi mamajemen mutu terpadu juga ,yaitu untuk pencapaian tujuan nasional di bidang pendidikan.
Ketika pemerintahan dinilai mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik (sesuai dengan prinsip good governance), adalah ketika pemerintah menerapkan prinsip manajemen mutu terpadu juga
Di dalam mengembangan praktek good governance, pemerintah perlu memilih strategi/metodologi yang jitu. Untuk melakukan praktek good governance, mengharuskan pemerintah mengambil pilihan yang strategis. Menerapkan praktek good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik ( dalam istilah MMT yaitu memenuhi kebutuhan pelanggan).
Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik ( memenuhi kebutuhan pelanggan) menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana pemerintah berinteraksi dengan masyarakat. Ini berarti jika terjadi perubahan yang signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas ( dalam hal ini pelanggan). Keberhasilan mempraktekkan good governance pada pelayanan publik mampu membangkitkan kepercayaan masyarakat luas ( pelanggan) bahwa menerapkan good governance bukan hanya sebuah mitos, tetapi menjadi suatu kenyataan. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktek good governance seperti efisien, non diskriminatif, dan berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan parameternya dalam ranah pelayanan publik /pelanggan. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua pihak. Pemerintah mewakili negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar, yang semuanya memiliki kepentingan dan keterlibatan yang tinggi dalam ranah ini. Dengan memulai perubahan pada bidang yang dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sipil dan para pelanggan ( dapat disebut juga pemangku kepentingan), upaya melaksanakan good governance akan memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan ( Damiri, 2007).
Untuk mewujudkan hal itu, perlu pendekatan yang harus sekaligus dilakukan, antara lain: (1) menetapkan kebijakan tentang pentingnya mutu dalam pendidikan dan (2) kemudian memasyarakatkan pedoman good governance secara nasional ( melalui pedoman manajemen mutu terpadu bidang pendidikan). Dalam konteks Sismennas, yang pertama merupakan kebijakan umum/strategis di tingkat nasional dan yang kedua merupakan kebijakan manajerial , baik untuk kalangan korporasi maupun publik, yang kemudian bisa ditindak lanjuti dengan pedoman sektoral bidang pendidikan ( sebagai kebijakan teknis) . Seharusnya, pedoman ini merupakan suatu rujukan yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Oleh karena itu, dalam kurun waktu tertentu perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
Pendekatan lainnya adalah perlu dilakukan penyuluhan, konsultansi, dan pendampingan bagi pihak-pihak terkait maupun kantor Pemerintah yang bermaksud untuk mengimplementasikan good governance dalam bidang pendidikan, dengan melakukan kegiatan, misalnya self assessment, kemudian memasang rambu-rambu pada masing-masing instansi dan Pemerintah Daerah. Selain itu, bisa juga dengan memperbanyak agen-agen perubahan mutu dengan mengembangkan training bagi pejabat-pejabat publik dan pimpinan lembaga pendidikan tentang manajemen mutu terpadu ini.
Karakteristik yang melekat dalam praktek good governance di bidang pendidikan harus memberi ruang kepada pihak diluar pemerintah/ terutama masyarakat ( pelanggan ) untuk berperan secara optimal sehingga memungkinkan adanya sinergi di antara mereka. Dengan demikian maka peranserta masyarakat madani (civil society ) sangatlah penting dalam menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan guna menunjang terwujudnya good governance.
3. PENUTUP
Tuntutan akan mutu dalam bidang pendidikan adalah suatu keniscayaan yang tak bisa dihindari. Hal ini juga merupakan tuntutan akan perlunya prakten good governance dalam bidang pendidikan. Untuk mencapai mutu diperlukan metodologi yang tepat untuk implementasinya, dan pilihan itu adalah manajemen mutu terpadu ( MMT ) atau dikenal dengan Total Quality Management ( TQM) dalam bidang pendidikan.
Untuk implementasinya diperlukan kebijakan umum/strategis di tingkat nasional dan kebijakan manajerial , baik untuk kalangan lembaga pendidikan maupun publik, yang kemudian bisa ditindak lanjuti dengan pedoman sektoral bidang pendidikan ( sebagai kebijakan teknis) tentang MMT tersebut.
Dengan adanya perkembangan teknologi yang cepat menuntut pula penerapan teknologi dalam pendidikan di era informasi yang tidak lain adalah bentuk aplikasi jenis-jenis teknologi informasi dalam praktek pendidikan, baik dalam tataran kebijakan strategis, kebijakan manajerial, maupun kebijakan teknis.
Untuk mencapai mutu pendidikan diperlukan pendekatan yang antara lain perlunya penekanan perubahan cara pandang (mindset), penyuluhan, pendampingan dan pemberdayaan unsur penyelenggara negara dan lembaga dalam bidang pendidikan, aplikasi teknologi yang menunjang sistem manajemen pendidikan, serta pilihan-pilihan strategis lainnya, sehingga semuanya itu dapat mendukung untuk mewujudkan good governance khususnya di bidang pendidikan (rk).

No comments:

Post a Comment


ShoutMix chat widget